Categories
Berita Media

Aceh Protes Perda Tambang

PENGUSAHA yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) mengkritik keputusan Pemerintah Provinsi Aceh perihal penerbitan rancangan peraturan daerah (perda) tentang tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pasalnya, perda itu justru akan membuat Aceh tidak menarik lagi bagi investor pertambangan.

Demikian hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif APBI Supriyatna Suhala dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (9/2). Menurutnya, selain kontraproduktif terhadap upaya menarik investor, perda itu juga bertabrakan dengan UU Minerba (UU Nomor 4 tahun 2009) yang mengatur soal besaran royalti.

“Ini jelas sangat memberatkan pertambangan mineral dan batu bara. Pasalnya belum lagi menyusul rencana pemerintah pusat yang akan menaikkan royalti pertambangan,” ujar Supriyatna.
Ia menjelaskan bahwa situasi bagi pengusaha bakal bertambah berat karena Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga berencana menaikkan royalti. “Kalau pusat naik daerah juga mau menaikkan, berapa persen itu totalnya? Jelas sangat memberatkan,” tegasnya.

Apalagi menurutnya, batu bara di Aceh kualitas dan kadar kalorinya rendah dengan harga yang tidak begitu tinggi, di kisaran US$30 hingga US$40. Pasarnya juga tidak kompetitif karena cuma ke India. Karena itu, dengan dibebani berbagai macam pungutan jelas membuat bisnis pengusaha semakin sulit.  “Kalau kedua-duanya diterapkan, royalti pusat naik dan ada perda, saya kira enggak akan ada pengusaha yang bisa hidup,” ungkap dia.

Menurut Supriyatna, sudah banyak pengusaha yang mengeluh karena sulit untuk bisa bertahan dengan beragam regulasi yang memberatkan. Hitungan Pemerintah Aceh bahwa pengusaha menikmati keuntungan menambang batu bara hingga 95% juga dia nilai sebagai hitungan yang tak jelas dasarnya. Dalam bisnis pertambangan, untuk biaya pengupasan tanah (prastriping) hingga biaya memasukkan batu bara ke kapal mencapai US$27,5.

Apalagi kalau kemudian ditambah biaya royalti sebesar 5% atau sebesar US$1,35 per ton plus biaya kompensasi sebesar 5% dan biaya community development sebesar 2%. Berdasarkan hitungan itu, biaya produksi per ton batubara kalori 5100 bisa mencapai lebih US$ 30. “Dengan hitungan ini, apa yang didapat pengusaha?” tegasnya. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *